Penerapan MMI dalam Bimbingan Konseling
Motivasi
konselor untuk menguasai teknologi informasi dalam upaya untuk mendukung
layanan BK yang profesional sangatlah perlu diberikan acungan jempol.
Teknologi
informasi akan memberikan kesan inovatif, kreatif dan menyenangkan saat
memberikan layanan BK.
Aplikasi TI
akan memberikan kesan visual yang membuat siswa/konseli menjadi senang
mengikuti proses bimbingan atau konseling
Pada
dasarnya, siswa yang bermasalah tersebut memerlukan pemecahan masalah dengan cara
yang logis dan masuk akal. Siswa/konseli yang berada dalam persoalan, perlu
diberikan bimbingan/konseling secara tepat. Media bantuan yang digunakan dalam
pelaksanaannya adalah videotherapy. Melalui visualisasi video, siswa akan lebih
paham dengan persoalan yang dialaminya.
Contoh
realnya : Ketika ada siswa yang motivasi belajarnya rendah, maka bisa
ditayangkan video-video motivasi yang bisa membuka cakrawala berpikir konseli
supaya motivasi belajarnya tumbuh.
Videotherapy
adalah salah satu cara memberikan layanan konseling menggunakan video sebagai
medianya. Tentunya penyajian videonya perlu dikemas dengan baik dan terstruktur
serta harus sesuai dengan masalah yang dialami konseli.
PENERAPAN MEDIA
(TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI)
pada BIMBINGAN DAN KONSELING
Dunia telah berubah. Dewasa ini kita
hidup dalam era informasi/global. Dalam era informasi, kecanggihan teknologi
informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi
yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss,
1999). Berbeda dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era
informasi sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan
pengetahuan untuk meningkatkan produktifitas. Karakteristik masyarakat seperti ini
dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based
society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia akan mampu bersaing
dalam era global.
Oleh karena itu, setiap negara
berlomba untuk mengintegrasikan media, termasuk teknologi informasi dan
komunikasi untuk semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya untuk untuk
membangun dan membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing
dalam era global.
Bimbingan dan Konseling sebagai
suatu proses pemberian bantuan kepada individu (siswa), dilaksanakan melalui
berbagai macam layanan. Layanan tersebut saat ini, pada saat jaman semakin
berkembang, tidak hanya dapat dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi
juga bisa dengan memanfaatkan media atau teknologi informasi yang ada.
Tujuannya adalah tetap memberikan bimbingan dan konsling dengan cara-cara yang
lebih menarik,interaktif, dan tidak terbatas tempat, tetapi juga tetap
memperhatikan azas-azas dan kode etik dalam bimbingan dan konseling.
BIMBINGAN
KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan
Konseling
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance
yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966)
menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti
to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur,
atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance
mempunyai hubungan dengan guiding : “ showing a way”
(menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving
instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing
(mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di
atas tampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak
pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan
dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki
peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta
bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian
bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :
v Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai
proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan
untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga
dan masyarakat.
v Peters dan Shertzer (Sofyan S.
Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the process of helping the
individual to understand himself and his world so that he can utilize his
potentialities.
v United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan
bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara
sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap
berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan,
jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus
mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
v Jones et.al. (Sofyan S. Willis,
2004) mengemukakan : “guidance is the help given by one person to another in
making choice and adjusment and in solving problem.
v I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975)
berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),
kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk
merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau
kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik
keluarga, sekolah dan masyarakat.
v Dalam Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan
bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi,
mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
v Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan
bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik,
baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan
bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung,
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli
masih beragam dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita
dapat melihat adanya benang merah, bahwa :
v Bimbingan merupakan upaya untuk
memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah
bantuan yang bersifat psikologis.
v Tercapainya penyesuaian diri,
perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari
bimbingan.
Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan
pengertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan
menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan
dalam sistem pendidikan nasional.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam
sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak
kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa
kali pergantian istilah, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam
Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004
berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai
meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum
digunakan.
B. Orientasi Baru Bimbingan dan
Konseling
Pada masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun,
dalam prakteknya masih ditemukan) bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
cenderung bersifat klinis-therapeutis atau menggunakan pendekatan kuratif,
yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang bermasalah saja. Padahal
kenyataan di sekolah jumlah peserta didik yang bermasalah atau berperilaku
menyimpang mungkin hanya satu atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik
paling banyak 5 hingga 10 (5% – 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak
memiliki masalah (90% -95%) kerapkali tidak tersentuh oleh layanan bimbingan
dan konseling. Akibatnya, bimbingan dan konseling memiliki citra buruk dan
sering dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada
anggapan bimbingan dan konseling merupakan “polisi sekolah”, tempat
menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang melakukan tindakan
indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan dan konseling sebagai “keranjang
sampah” tempat untuk menampung semua masalah peserta didik, seperti peserta
didik yang bolos, terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang guru dan
sebagainya. Masalah-masalah kecil seperti itu dapat diantisipasi dan diatasi
oleh para guru mata pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu diselesaikan oleh
guru pembimbing.
Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya
orientasi baru bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan atau
developmental dan pencegahan pendekatan preventif. Dalam hal
ini, Sofyan. S. Willis (2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari
orientasi baru bimbingan dan konseling, yaitu :
1. Pedagogis; artinya menciptakan
kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik dengan
memperhatikan perbedaan individual diantara peserta didik.
2. Potensial, artinya setiap peserta
didik adalah individu yang memiliki potensi untuk dikembangkan, sedangkan
kelemahannya secara berangsur-angsur akan diatasinya sendiri.
3. Humanistik-religius, artinya
pendekatan terhadap peserta didik haruslah manusiawi dengan landasan ketuhanan.
peserta didik sebagai manusia dianggap sanggup mengembangkan diri dan
potensinya.
4. Profesional, yaitu proses
bimbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional atas dasar
filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan berbagi teknik
bimbingan dan konseling.
Dengan adanya orientasi baru ini, bukan berarti
upaya-upaya bimbingan dan konseling yang bersifat klinis ditiadakan, tetapi
upaya pemberian layanan bimbingan dan konseling lebih dikedepankan dan
diutamakan yang bersifat pengembangan dan pencegahan. Dengan demikian,
kehadiran bimbingan dan konseling di sekolah akan dapat dirasakan manfaatnya
oleh seluruh peserta didik, tidak hanya bagi peserta didik yang bermasalah
saja.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dengan orientasi baru Bimbingan dan konseling
terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling. yaitu:
1. Pemahaman; menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk
pengembangan dan pemacahan masalah peserta didik meliputi : (a) pemahaman diri
dan kondisi peserta didik, orang tua, guru pembimbing; (2) lingkungan peserta
didik termasuk di dalamnya lingkungan sekolah; dan keluarga peserta didik dan
orang tua; lingkungan yang lebih luas, informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan,
dan sosial budaya/terutama nilai-nilai oleh peserta didik.
2. Pencegahan;
menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan
yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.
3. Pengentasan;
menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami
peserta didik.
4. Advokasi;
menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau
kepentingan pendidikan.
5. Pemeliharaan
dan pengembangan; terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan
kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap
dan berkelanjutan.
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan
Konseling :
Sejumlah prinsip mendasari gerak langkah
penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip ini berkaitan
dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta
berbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan; (a) melayani semua
individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial;
(b) memperhatikan tahapan perkembangan; (c) perhatian adanya perbedaan individu
dalam layanan.
2.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu; (a)
menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian
pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar, (b)
timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi
dan budaya.
3.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan
Konseling; (a) bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan
pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselaraskan
dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik; (b) program
bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan; (c) program bimbingan dan konseling disusun
dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu; (d) program
pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.
4.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (a)
diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri
membimbing diri sendiri; (b) pengambilan keputusan yang diambil oleh klien
hendaknya atas kemauan diri sendiri; (c) permaslahan individu dilayani oleh tenaga
ahli/profesional yang relevan dengan permasalahan individu; (d) perlu adanya
kerja sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak
lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu; dan (e) proses pelayanan
bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil
pengukuran dan penilaian layanan.
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung
bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada
prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan.
Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih
menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat
menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau
mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini
sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan
bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik,
maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat
atau bahkan terhenti sama sekali.
Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1. Asas
Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan,
yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang
lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin,
2. Asas
Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan
baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun
dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan
keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru
pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan
kekarelaan.
4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong
dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan
yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum
bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu
yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru
Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan
konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran
layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta
didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan
dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan
diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan
dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam
hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan
bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan
sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik
norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan –
kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
(klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan
konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam
penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan
dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya
dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing
(konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau
ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat
mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di
dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar
pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan
rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta
didik (klien) untuk maju.
MEDIA (TEKNOLOGI INFORMASI
KOMUNIKASI)
A. Pengertian Media
Istilah media berasal dari bahasa latin, yaitu medium yang memiliki arti
perantara. Dalam Dictionary of Education, disebutkan bahwa media adalah bentuk
perantara dalam berbagai jenis kegiatan berkomunikasi. Sebagai perantara, maka
media ini dapat berupa koran, radio, televisi bahkan komputer. Gagne (dalam
Sadiman, dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Lebih lanjut, Briggs
(dalam Sadiman, dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis (benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang membutuhkan informasi.
Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis (benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang membutuhkan informasi.
Lebih lanjut, dalam proses pembelajaran dikenal pula istilah media
pembelajaran. Suyitno (1997) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah suatu peralatan
baik berupa perangkat lunak maupun perangkat keras yang berfungsi sebagai
belajar dan alat bantu mengajar. Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran,
maka media belajar ini akan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing
bahan ajar yang akan disajikan juga memperhatikan karakteristik siswa.
B. Jenis-Jenis
Media
Saat ini, dengan cepatnya teknologi komunikasi maka semakin banyak pula
media komunikasi yang muncul. Pada pembahasan ini, media komunikasi yang
dimaksud adalah media untuk membantu pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di
sekolah. Beberapa media yang dimaksud adalah komputer (internet), peralatan
audio seperti tape recorder dan peralatan visual seperti VCD/DVD.
1. Komputer
Perkembangan perangkat komputer saat ini mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Hampir setiap bulan muncul genre-genre baru dalam dunia komputer.
Sebagai contoh adalah perkembangan prosessor sebagai otak dalam sebuah komputer
mulai dari Intel Pentium 1 sampai dengan Pentium 4. Sebagian orang belum bisa
menikmati kecanggihan Prosesor Pentium 4, saat ini sudah muncul Centrino bahkan
Centrino Duo Core. Belum lagi sebagian orang berpikir kehebatan Centrino Duo
Core, telah muncul pula AMD 690.
Pesatnya perkembangan teknologi komputer ini memang sebagai jawaban untuk
akses data atau informasi. Perubahan di masyarakat yang semakin cepat pada
akhirnya menuntut perkembangan teknologi komputer yang semakin canggih. Saat
ini dibutuhkan akses data yang cepat, sehingga pada akhirnya prosesor yang ada
juga semakin cepat
2. Peralatan Audio
Perkembangan peralatan audio saat ini juga mengalami perkembangan yang
pesat. Peralatan audio yang di pergunakan dalam proses bimbingan dan konseling
seperti tape recorder. Penggunaan tape recorder ini antara lain adalah untuk
merekam sesi konseling dan memutar kembali hasil-hasil yang diperoleh selama
sesi konseling.
Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.
Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.
Saat ini telah berkembang alat perekam yang tidak membutuhkan pita perekam.
Alat ini disebut MP3 dan MP4. Pada dasarnya alat ini berfungsi sebagai player,
dimana di dalam alat ini terdapat sebuah mini harddisk yang memiliki kapasitas
sampai dengan 4 Gb. Sebagai sebuah player, maka alat ini dapat memainkan musik
dan dapat dipergunakan untuk merekam suara.
Ukuran MP3 dan MP4 saat ini amat kecil jika dibandingkan dengan sebuah mini
tape recorder biasa. Seringkali kita jumpai, alat MP3 atau MP4 seukuran sebuah
spidol atau ballpoint
3. Peralatan
Visual
Alat visual dapat bermacam-macam ragamnya seperti video player dan VCD/DVD
player. Pada awalnya, penggunaan peralatan visual adalah dengan mempergunakan
projector. Penggunaan proyektor ini dipandang tidak efisien, karena dalam
proses produksinya membutuhkan tahapan-tahapan yang panjang. Mulai dari merekam
gambar sampai dengan menampilkan gambar. Bahkan seringkali dijumpai mutu gambar
yang tidak bagus dan bahkan mudah rusak. Sehingga lambat laun peralatan ini
mulai ditinggalkan.
Video player dulu merupakan peralatan yang lumayan banyak dipergunakan
orang. Hanya saja, saat ini sudah banyak ditinggalkan karena proses produksinya
tertalu berbelit. Untuk menghasilkan sebuah hasil rekaman yang baik, dibutuhkan
kamera perekam yang lumayan besar dan berat, selain itu kaset yang dipergunakan
juga relatif besar, sehingga dipandang tidak praktis. Terlebih, hasil rekaman
seringkali tidak begitu jernih.
Peralatan visual yang sering kita jumpai antara lain adalah video player
atau CD player. Peralatan ini banyak dijumpai karena memiliki tingkat
pengoperasian yang mudah dan memiliki harga yang relatif murah. Penggunaan
video player ini tidak akan bisa lepas dari keberadaan sebuah disc atau keping
VCD/DVD. Dengan kecanggihan teknologi yang ada saat ini, proses perekaman
gambar tidak perlu mempergunakan perangkat yang bermacam-macam. Saat ini telah
berkembang alat perekam (handycam) yang secara langsung dapat merekam gambar
langsung ke dalam keping VCD/DVD. Dengan kata lain, pengoperasian VCD/DVD ke
player akan semakin mudah.
Perkembangan teknologi informasi saat ini, pada akhirnya bertujuan untuk
memudahkan konsumen menikmati hiburan antau informasi dengan efisien. Hal ini
pada akhirnya memunculkan perangkat-perangkat multi media. Teknologi multi
media yang berkembang saat ini sudah demikian canggihnya, sehingga sehingga
seringkali konsumen bingun untuk memilih teknologi apa yang akan dibeli.
Saat ini peralatan komputer yang dijumpai di pasaran pun sudah mempergunakan teknologi multi media. Dulu, komputer hanya dipergunakan sebagai alat pengolah data saja. Tetapi selanjutnya berkembang juga sebagai alat entertainment. Komputer saat ini hampir bisa dipergunakan untuk membantu segala macam permasalahan manusia, mulai dari mengolah data sampai dengan memproduksi sebuah tayangan video yang baik.
Saat ini peralatan komputer yang dijumpai di pasaran pun sudah mempergunakan teknologi multi media. Dulu, komputer hanya dipergunakan sebagai alat pengolah data saja. Tetapi selanjutnya berkembang juga sebagai alat entertainment. Komputer saat ini hampir bisa dipergunakan untuk membantu segala macam permasalahan manusia, mulai dari mengolah data sampai dengan memproduksi sebuah tayangan video yang baik.
C. MANFAAT
PENGGUNAAN MEDIA DALAM KONSELING
Tidak dapat disangkal bahwa saat ini kita hidup dalam dunia teknologi.
Hampir seluruh sisi kehidupan kita bergantung pada kecanggihan teknologi, terutama
teknologi komunikasi. Bahkan, menurut Pelling (2002) ketergantungan kepada
teknologi ini tidak saja di kantor, tetapi sampai di rumah-rumah.
Konseling sebagai usaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan konseling. Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.
Konseling sebagai usaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan konseling. Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.
Komputer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor
dalam proses konseling. Pelling (2002) menyatakan bahwa penggunaan komputer
(internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir
sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karir. Hal ini sangat
memungkinkan, karena dengan membuka internet, maka siswa akan dapat melihat
banyak informasi atau data yang dibutuhkan untuk menentukan pilihan studi
lanjut atau pilihan karirnya.
Data-data yang didapat melalui internet, dapat dianggap sebagai data yang
dapat dipertanggungjawabkan dan masuk akal (Pearson, dalam Pelling 2002;
Hohenshill, 2000). Data atau informasi yang didapat melalui internet adalah
data-data yang sudah memiliki tingkat validitas tinggi. Hal ini sangat
beralasan, karena data yang ada di internet dapat dibaca oleh semua orang di
muka bumi. Sehingga kecil kemungkinan jika data yang dimasukkan berupa
data-data sampah.
Sebagai contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi yang didapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi. Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:
Sebagai contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi yang didapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi. Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:
- Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi pengajaran, sehingga kelas akan menjadi lebih menarik;
- Akan meningkatkan kunjungan ke web site, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan siswa;
- Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang diberikan;
- Akan memunculkan respon yang positif terhadap penggunaan email;
- Tidak akan memunculkan kebosanan;
- Dapat ditemukan silabus, kurikulum dan lain sebagainya melalui website; dan
- Terdapat pengaturan yang baik
Selain penggunaan internet seperti
yang telah diuraikan di atas, dapat dipergunakan pula software seperti
microsoft power point. Software ini dapat membantu konselor dalam menyambaikan
bahan bimbingan secara lebih interaktif. Konselor dituntut untuk dapat
menyajikan bahan layanan dengan mempergunakan imajinasinya agar bahan
layanannya tidak membosankan.
Program software power point
memberikan kesempatan bagi konselor untuk memberikan sentuhan-sentuhan seni
dalam bahan layanan informasi. Melalui program ini, yang ditayangkan tidak saja
berupa tulisan-tulisan yang mungkin sangat membosankan, tetapi dapat juga
ditampilkan gambar-gambar dan suara-suara yang menarik yang tersedia dalam
program power point. Melalui fasilitas ini, konselor dapat pula memasukkan gambar-gambar
di luar fasilitas power point, sehingga sasaran yang akan dicapai menjadi lebih
optimal.
Gambar-gambar yang disajikan melalui
program power point tidak statis seperti yang terdapat pada Over Head Projector
(OHP). Konselor dapat memasukkan gambar-gambar yang bergerak, bahkan konselor
bisa melakukan insert gambar-gambar yang ada di sebuah film.
Media lain yang dapat dipergunakan
dalam proses bimbingan dan konseling di kelas antara lain adalah VCD/DVD
player. Peralatan ini seringkali dipergunakan oleh konselor untuk menunjukkan
perilaku-perilaku tertentu. Perilaku-perilaku yang tampak pada tayangan
tersebut dipergunakan oleh konselor untuk merubah perilaku klien yang tidak
diinginkan (Alssid & Hitchinson, 1977; Ivey, 1971, dalam Baggerly 2002). Dalam
proses pendidikan konselor pun, penggunaan video modeling ini juga dipergunakan
untuk meningkatkan keterampilan dan prinsip konseling yang akan dikembangkan
bagi calon konselor (Koch & Dollarhide, 2000, dalam Baggerly, 2002).
Sebelum VCD/DVD player ini
ditayangkan, seorang konselor sebaiknya memberikan arahan terlebih dahulu
kepada siswa tentang alasan ditayangkannya sebuah film. Hal ini sangat penting,
sebab dengan memiliki gambaran dan tujuan film tersebut ditayangkan, maka siswa
akan memiliki kerangka berpikir yang sama. Setelah film selesai ditayangkan,
maka konselor meminta siswa untuk memberikan tanggapan terhadap apa yang telah
mereka lihat. Tanggapan-tanggapan ini pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana
klien berpikir dan bersikap, yang kemudian diharapkan akan dapat merubah
perilaku klien atau siswa.
D. Kerugian Penggunaan Media dalam
Konseling
Pelling (2002) menyatakan bahwa,
walaupun saat ini masyarakat sangat tergantung pada teknologi, tetapi di lain
pihak, masih banyak diantara kita yang mengalami ketakutan untuk mempergunakan
teknologi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
sebagian besar masyarakat kita masih percaya bahwa pernyataan-pernyataan yang
diberikan oleh orang tua atau orang yang dituakan masih dianggap lebih baik.
Hal ini tidak lepas dari budaya paternalistik yang melingkupi masyarakat kita.
Sebaik apapun teknologi yang
berkembang, tetapi jika pola pikir masyarakat masih terkungkung dengan
nilai-nilai yang diyakini benar, maka data atau informasi yang didapat
seakan-akan menjadi tidak berguna. Sebagai contoh, seorang siswa akan memilih
jurusan di perguruan tinggi. Mungkin mereka akan mencari informasi sebanyak
mungkin, dan konselor akan memfasilitasi keinginan mereka. Tetapi, pada saat
mereka dihadapkan untuk menentukan dan memilih jurusan yang akan diambil, maka
tidak jarang dari mereka akan berkata, “Saya senang dengan jurusan A, tetapi
nanti tergantung pada orang tua saya”.
Contoh lain, saat ini perkembangan
teknologi sudah berkembang dengan demikian pesat. Tiap manusia dapat berkomunikasi tanpa dibatasi rentang ruang dan waktu.
Tetapi dalam budaya tertentu, alat komunikasi ini bisa menjadi “tidak
bermanfaat”. Restu orang tua merupakan hal yang dianggap sakral oleh sebagian
budaya tertentu, bahkan meminta restu ini akan lebih afdol jika dilakukan
dengan melakukan sungkem. Untuk menunjukkan perilaku ini, maka seringkali
mereka melupakan kecanggihan piranti komunikasi yang sudah canggih, walau jarak
yang ditempuh untuk mendatangi orang tua relatif jauh.
Hal lain yang terkait dengan penggunaan media dalam bimbingan dan konseling
adalah sasaran pengguna seringkali disamakan. Walaupun ragam media sudah
bermacam-macam, tetapi media ini seringkali masih belum bisa menyentuh sisi
afektif seseorang. Dalam bimbingan dan konseling dikenal istilah empati.
Penggunaan media, seringkali pula akan “menghilangkan” empati konselor, jika
konselor mempergunakan media sebagai alat bantu utama.
Klien datang ke ruang konseling tidak selalu membutuhkan informasi dari
internet atau komputer, bahkan ada kemungkinan klien atau siswa datang ke ruang
konseling juga tidak membutuhkan bantuan dari konselor secara langsung melalui
proses konseling. Tetapi adakalanya, siswa atau klien datang ke ruang konseling
hanya ingin mendapatkan senyuman dari konselor atau penerimaan tanpa syarat
dari konselor.
Sebagai benda mati, peralatan teknologi yang ada saat ini hanya bisa
bermanfaat jika dimanfaatkan oleh mereka yang memahami penggunaan masing-masing
alat tersebut. Artinya penggunaan teknologi ini akan memunculkan efek yang baik
jika dijalankan oleh mereka yang paham peralatan tersebut. Sebaliknya,
peralatan ini akan memberikan dampak negatif jika pelaksananya tidak memahami
dampak yang akan ditimbulkan. Banyak contoh kasus dampak negatif penyalahgunaan
teknologi informasi seperti beredarnya rekaman video porno di ponsel,
beredarnya video porno bajakan yang dilakukan oleh anak negeri dan lain
sebagainya.
KESIMPULAN
- Media bimbingan dan konseling saat ini telah berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat;
- Media bimbingan dan konseling seperti internet akan menyediakan data atau informasi yang akurat bagi siswa;
- Hubungan konseling memerlukan empati, sehingga penggunaan media sebaiknya
- terbatas pada usaha perolehan data dan informasi saja;
- Untuk mempergunakan media bimbingan dan konseling perlu diperhatikan budaya yang dimiliki oleh siswa, sehingga pemilihan media bimbingan dan konseling akan efektif;
- Perlu pelatihan atau peningkatan kompetensi konselor dalam menguasai teknologi informasi;
DAFTAR PUSTAKA
Baggerly,
Jennifer. 2002. Practical Technological Applications to Promote Pedagogical
Principles and Active Learning in Counselor Education. Journal of Technology
in Counseling. Vol. 2_2.
Dryden,
Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution: to Change the
Way the World Learn”, the Learning Web, Torrence, USA, http://www.thelearningweb.net.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar